Senin, 01 Agustus 2016

Cerpen: Victoria Wakum karya Ria Sari KA (2)


Victoria Wakum (2)
Ria Sari KA

Suara gong terdengar menggema ke seluruh area gedung, pertanda pertandingan dilanjutkan.
Victoria telah bersiap-siap memakai body protector dan menunggu masuk bersama wasit ke dalam gelanggang.
Lawannya terlihat di sudut lain. Sebelum masuk gelanggang, Victoria diam-diam berdoa sesuai dengan agamanya. Hal itu terlihat oleh banyak pesilat di bagian atas tribun, juga seluruh pelaksana pertandingan.
“Apa yang dia lakukan?” tanya salah satu pesilat perempuan dari atas tribun kontingen Sentani yang bersebelahan dengan kontingen Victoria. Siti yang terdengar itu mulai khawatir. Tapi dia berusaha tenang, dan hanya mendengar orang-orang di sekitarnya saling berkomentar.
“Jadi gadis itu Nasrani?” tanya salah satu pesilat dari kontingen Sarmi. Siti melihat mereka semua tampak kaget.
“Saya tidak sangka. Kita semua tertipu oleh jilbabnya,” tutur Alfisyar.
Dari kejadian itu, kemudian timbul desas-desus identitas Victoria. Ditambah lagi kata-kata Alfisyar yang nadanya semakin memanaskan suasana.
Pertandingan pun dimulai. Setelah melakukan salam tapak suci, wasit pun memberi aba-aba mulai. Victoria dan lawannya segera memasang sikap. Tak seperti di awal, kini Victoria langsung mendekat dan menyerang. Ia melepaskan serangan kaki berkali-kali disusul serangan tangan.
Lawannya dari sudut biru pun membalas beberapa serangan kaki yang berhasil di tangkis Victoria. Tiba-tiba lintasan serangan lawannya mengarah keatas, mengenai bibir Victoria, hingga berdarah. Wasit menghentikan pertandingan dan memisahkan mereka.
“Aaaa...” suara Victoria yang sedikit terdengar meringis saat tim medis menyuruhnya membuka mulut setelah berkumur. Bibir dan rahangnya luka sehingga banyak mengeluarkan darah.
Dengan mata berkaca-kaca dan merah menahan sakit, Victoria mulai kembali melanjutkan petandingan. Wasit pun memberi teguran satu kepada lawannya, dan mengurangi 5 poin di pihak lawan. Setelah wasit memulai pertandingan kembali, Victoria mengulur waktunya dengan berputar-putar tanpa serangan.
Tapi lawannya melancarkan serangan tangan yang mengenai body protector Victoria, disusul serangan kaki. Kali ini Victoria dengan sigap menangkapnya dan langsung membanting sehingga merobohkan kuda-kuda lawan. Wasit pun menghentikan pertandingan dan memulainya kembali.
Victoria mulai mendekati lawan dengan serangan tangan, disusul serangan kaki. Keduanya merapat. Saat itu terjadi hal yang tak terduga oleh Victoria. Lawannya melakukan serangan patahan yang menggunakan alat penyasar siku ke arah lintasan bawah. Serangan itu mengenai lutut kanan Victoria, yang langsung terjatuh ke lantai karena mengenai sendinya.
“Aaaaaa.” Lagi-lagi Victoria berteriak refleks. Rasa sakit langsung menjalar di bagian pahanya. Karena posisi yang sangat rapat dan membelakangi ketua pertandingan, insiden itu sepintas tidak tampak. Pada saat mendengar teriakan itulah juri dan wasit bertanya-tanya kejadiannya. Tim medis kembali dipanggil untuk menanganinya.
“Apa yang kau rasakan?” tanya Pak Altaf khawatir.
“Dia melakukan serangan pelanggaran, Pak. Serangan patahan,” papar Victoria dengan suara lirih sambil menahan sakit.
Dalam Tapak Suci, ada tiga serangan yang tidak diperbolehkan karena membahayakan lawan, yaitu cengkeraman, patahan, dan gigitan. Jika dalam pertandingan, pesilat melakukan serangan itu, maka dianggap pelanggaran dan bisa mengurangi nilai.
“Sendi paha yang berhubungan dengan sendi lututnya memar. Warnanya kebiruan,” kata dokter. “Saya bisa sarankan kepada juri agar pertandingan tidak dilanjutkan jika Bapak mengiginkan.”
Pak Altaf menimbang. Ia tidak mungkin begitu saja memutuskan menghentikan pertandingan Victoria yang telah membanggakannya dengan segala usahanya. Namun di sisi lain, dia juga jauh lebih mengkhawatirkan kondisi Victoria.
“Baiklah, hentikan pertandingan. Saya ingin pesilat saya mundur,” tegas pak Altaf.
“Tidak! Saya mampu. Saya tidak akan mundur hanya karena mengalami cedera ini,” kata Victoria meyakinkan.
“Tapi itu membahayakan dirimu, Victoria,” kata Pak Altaf.
“Tolong beri saya kepercayaan, Pak. Saya bisa melanjutkan pertandingan.”
Mendengar keputusan Victoria, maka pertandingan akan tetap dilaksanakan. Hal itu sangat mengagetkan lawannya yang berada di sudut biru.
Victoria berjalan terpincang-pincang. Lawannya memanfaatkan kondisi itu dengan mengambil kesempatan menyerangnya. Namun ketika lintasan serangan tangan dilayangkan, tiba-tiba suara peluit dibunyikan sebagai pertanda usainya pertandingan ronde pertama.
Dengan menyelonjorkan kaki sambil berkumur-kumur, Victoria melihat ke arah pelatihnya. Sorotan mata pak Altaf yang tajam mengarah kepadanya, tersirat sejumlah makna yang dapat dipahami oleh Victoria.
“Pesilat.” Suara wasit memantul ke seluruh gedung yang memecahkan riuh peserta, pendukung, dan juga pesilat yang berasal dari masing-masing kontingen. Wasit telah memulai pertandingan.
Victoria pun memasang kuda-kuda yang tak lagi kokoh sambil tetap melangkah ke arah lawan. Dengan cepat lawan menyerang dengan serangan kaki yang mengarah ke rusuk kiri. Victoria langsung mengelak. Ia bahkan menangkap lawannya, lalu dibanting dengan serangan jatuhan. Wasit menghetikan, dan memulainya kembali.
Meski Victoria merasakan sakit yang luar biasa, kelihaian dan kecepatannya ternyata tidak luntur.
Keduanya merapat dan serangan tangan berkali-kali dilayangkan Victoria sehingga tak memberi celah bagi lawan untuk menyerang. Victoria terus melancarkan serangan tangan, disusul serangan kaki, dan diakhiri dengan serangan kedua tangannya dengan lintasan uluh hati hingga lawannya terjatuh.
Lawannya mulai geram. Emosinya semakin tak terkendali. Ketika aba-aba mulai dinyatakan wasit. Lawan melangkah dan langsung melakukan serangan harimau. Sayangnya, serangan itu tidak terjangkau mengenai body protector. Kesempatan itu diambil Victoria dengan tusukan serangan tangan yang bertubi-tubi.
Spontan serangan Victoria dibalas dengan tendangan lawan mengarah ke kaki kanan Victoria yang cidera dengan alat penyasar punggung kaki lawan.
Peluit dibunyikan seirama dengan teriakan Victoria yang semakin meringis menahan sakit. Ronde kedua telah berakhir.
Ketua pertandingan memberi pengumuman yang disambut riuh penonton, terutama dari tribun Kontingen Abepura.
“Pertandingan partai putri babak final dimenangkan oleh Victoria Wakum dari Kontingen Abepura.”
Setelah melepaskan body protector yang dia gunakan, Victoria pun berjalan kembali ke tribun kontingennya. Sesampainya di tribun kontingen Siti menyambutnya dengan pelukan.
“Lihat Victoria, semua pesilat dari berbagai kontingen melihat ke arahmu!” ujar Siti kepada Victoria. Sorotan itu dianggap Victoria wajar karena kemenangan yang diperolehnya. Padahal dia keliru. Semua tatapan tajam yang mengarah padanya bukan karena kemenangan, tapi karena kepercayaannya sebagai seorang Nasrani.
“Selamat! kau berhasil membuktikan kemampuanmu,” ujar Pak Altaf diikuti rasa haru dari raut wajahnya.
Zona bahagia telah menyelimuti kontingen Abepura dengan kemenangan yang diraih beberapa atletnya. Salah satunya Victoria. Namun di sisi lain desas-desus mengenai indentitas Victoria seorang Nasrani telah terdengar hingga ke telinga juri.
Tradisi Tapak Suci begitu kental dengan nuansa Islam sejak perkembangannya di daerah Jawa. Hal itu membuat pelaksanaan pertandingan Tapak Suci dalam rangka kejuaraan invitasi silaturahim tidak mengikutsertakan non-muslim di ajang pertandingan. Meski tak ada peraturan secara tertulis.
“Setelah usai pertandingan hari ini diharapkan seluruh wasit segera berkumpul di ruang panitia,” ujar Juri Ketua Panitia yang berkumis tebal melalui pengeras suara.
Pertemuan tersebut membahas beberapa agenda untuk besok, termasuk nama-nama yang keluar sebagai pemenang pun telah didata serta dikirim melalui email ke Pimpinan Pusat sebagai laporan seluruh kegiatan yang telah terlaksana di Papua.
***
Keesokan harinya, seluruh pesilat dari masing-masing kontingen pun mulai berbaris seperti saat pembukaan pertandingan. Acara penutupan yang dijadwalkan pun mulai dilaksanakan.
Walau seluruh badan Victoria terasa remuk akibat kejadian yang dilaluinya kemarin, dia tetap berjalan dengan kegembiraan dan tidak menampakkan rasa sakit.
“Wah, sebentar lagi kamu akan melakukan prosesi penyerahan piala pertama pertandingan terbesar perguruan kita di gedung ini, Victoria,” tutur Siti dengan raut gembira menjelang pengumuman pemenang.
Aku tidak menyangka akan memperoleh piala pertama,” pikir Victoria dengan raut wajah berseri-seri.
Kontingen Abepura memperoleh juara umum I pesilat terbaik Kejuaraan Invitasi Silaturahim tahun ini. Kemudian dilanjutkan dengan pengumuman perolehan juara per-individu. Dimulai dari kontingen Koya Barat dan diakhiri kontingen Abepura. Satu persatu nama pemenang telah disebutkan dari pesilat putra maupun putri.
“Victoria Wakum dan …,” kata juri mengumumkan pemenang, yang mendadak dipotong oleh teriakan.
“Dia bukan pemenang!” teriak salah satu pesilat. “Bagaimana mungkin seorang Nasrani keluar sebagai pemenang. Dia tidak pantas!”
Mendengar pernyataan itu, seluruh wasit maupun juri kaget dan kebingungan.
“Dia tidak layak ikut dalam ajang  Kejuaraan Invitasi Silahturahim ini,” lanjut pesilat itu dengan wajah penuh kemarahan dan tidak terima dengan kehadiran Victoria. Semua sorot mata tertuju kepada Victoria yang sejak kemarin menjadi buah bibir peserta dari seluruh kontingen.
Desas-desus itu langsung berkembang. Pada puncaknya, para wasit, juri, dan seluruh pelatih setiap kontingen berkumpul untuk mengambil keputusan.
 “Pertandingan ini diselenggarakan sebagai syiar agama Islam, juga dakwah. Pertandingan ini bukan hanya bertujuan menyebarkan perguruan kita ke seluruh penjuru tapi juga mengokohkan ajaran Islam,” papar ketua pertandingan yang dianggap orang yang dituakan.
“Lalu bagaimana seorang Nasrani bisa menyusup ke dalam pertandingan tanpa pemberitahuan terlebih dahulu?” tanya pelatih Kontingen Sarmi.
“Sebelumnya saya minta maaf. Victoria adalah salah satu murid saya,” kata Pak Altaf. “Saya menyertakannya dalam pertandingan kali ini, sebab saya berpikir dia tidak ada bedanya dengan semua pesilat yang juga turut berpartisipasi.”
“Ya, lalu Anda mengelabui kami semua dengan jilbab yang Anda berikan padanya?” tanya pelatih Kontingen Merauke dengan nada sinis.
“Ini pembodohan. Seorang Nasrani tidak pantas mengikuti ajang ini. Anda seharusnya tahu itu. Kemenangan seorang Nasrani diawal akan menghancurkan akidah agama kita dan mengubah semua tradisi yang telah kita pertahankan,” lanjut pelatih Kontingen Sarmi. Tampaknya, dia masih terbawa emosi atas kekalahan Alfisyar Muamaroh.
“Berbicara mengenai kepantasan, apakah kita layak berada di sini?” tanya Pak Altaf dengan mengedarkan pandangan kepada semua yang berkumpul. “Bukankah kita yang tidak pantas berada di Tanah Salib ini? Di sini mayoritas umat Kristiani, dan saya bertahun-tahun lahir dan tinggal di sini, tak seorang pun dari mereka yang mempertanyakan kepantasan saya tinggal di lingkungan mereka.”
Hening sejanak.
“Tapi hari ini, kita berkumpul di tempat ini memperdebatkan masalah yang belum tentu mereka perdebatkan,” tandas Pak Altaf.
“Itu hanya pembelaan diri pribadi Anda saja,” sahut pelatih Kontingen Merauke.
Berbagai agurmentasi antar pelatih terus membanjiri pengambilan keputusan yang seharusnya dilaksanakan dengan musyawarah.
“Nah, ini juga kesalahan pihak pelaksana yang tidak selektif dalam menyelenggarakan kegiatan kejuaraan ini,” kata pelatih Kontingen Biak.
“Tapi, pak Altaf ini benar. Kita juga harus tahu diri dan tidak fanatik terhadap hal seperti ini. Lagi pula perguruan kita ini sudah bertaraf nasional, tapi kok masih mempermasalahkan hal seperti ini,” tutur pelatih Kontingen Sorong.
“Maksud Anda apa?” tukas pelatih Kontingen Biak.
“Sudahlah, coret saja nama anak Nasrani itu dari kejuaraan ini. Lihat saja. Gara-gara dia, kita berkumpul di tempat ini hanya untuk berdebat,” kata pelatih Kontingen Sarmi.
“Saya tidak menyangka, semudah itu Anda ingin mencoret nama pesilat saya yang telah berjuang dengan kemampuannya,” kata Pak Altaf dengan raut kekecewaan. “Jika hanya mencari kemudahan, Anda tidak pantas menjadi pelatih perguruan silat mana pun.”
Suasana semakin tegang.
“Jika keputusan akhir adalah mengangkat Nasrani itu sebagai juara, kami akan keluar meninggalkan perguruan Tapak Suci,” tegas pelatih Kontingen Sarmi yang merasa terhina dengan penyataan pak Altaf itu.
Karena semua bersikokoh dengan pendapat masing-masing di antara pelatih ataupun juri, ketua pertandingan yang berusia 70 tahun itu pun bersuara.
“Tenang, tenang. Kita di ruangan ini untuk mencari jalan keluar yang arif dan bijaksana. Bukan saling menyalahkan satu sama lain,” tutur ketua pertandingan.
“Bagaimana jika kita panggil Victoria, dan menanyakan bagaimana tanggapan dia mengenai permasalahan ini. Apabila jawaban dia memuaskan di antara kalian, maka terserah kalian nanti akan melakukan apa!” tegas Ketua Pertandingan.
Mendengar pernyataan ketua pertandingan yang paling dihormati itu, semua wasit, juri, maupun pelatih terdiam hingga kedatangan Victoria.
“Victoria, kamu memang menang dalam kejuaraan ini. Tetapi dalam peraturan perguruan ini, meski tidak secara tertulis, non-muslim masih dalam pertimbangan apakah boleh atau tidak diikutsertakan dalam lomba. Bagaimana tanggapanmu, Victoria?”
Victoria berfikir sejenak. Ia memandang Pak Altaf, lalu menjawab pertanyaan itu. “Jika memang keberadaan saya dipertanyakan, atau bahkan menimbulkan perpecahan di dalam kejuraan ini, sebaiknya saya didiskualifikasi saja. Saya mengerti.”
Jawaban Victoria membuat sebagian besar juri puas, meskipun beberapa yang lainnya tetap bersikeras bahwa Victoria diperbolehkan memegang gelar kejuaraan.
Ketua Pertandingan akhirnya mengumumkan bahwa Victoria berhak atas penghargaan itu. Di akhir pernyataannya, Ketua Pertandingan menyampaikan pesan yang tidak dilupakan oleh seluruh hadirin di gelanggang itu, “Kejuaraan Tapak Suci ini bukan saja menguji fisik dan mental kita sebagai pesilat, tetapi lebih dari itu kejuaraan ini juga menguji kejernihan hati kita untuk menerima dan menghormati mereka yang berbeda.”
***

Cerpen ini telah dimuat dalam buku Cerita dari Timur karya Dzikry el Han, dkk diterbitkan oleh Sekolah Menulis Papua, Oktober 2015.

1 komentar:

  1. Casino of the Day - MapyRO
    Welcome 동해 출장샵 to Casino of the Day, where we'll find the 태백 출장마사지 best and latest slot games to play and win 밀양 출장마사지 big! 파주 출장안마 Mapyro - Hotel 충청남도 출장샵 and Casino.

    BalasHapus