Kamis, 01 September 2016

Esai Kleopas Kelly Sondegau: Mitos Peagabega Suku Migani (2)



Mitos Peagabega Suku Migani (2)
                              Oleh Kleopas Kelly Sondegau 
Makna dan Nilai Cerita Tokoh Peagabega

Seluruh orang Migani yang mendiami wilayah Dugindoga-Kemandoga (kini Intan Jaya) menerima dan mengakui tokohPeagabegasebagai seorang tokoh legendaris atau tokoh ideal(Tugumenedalo/Hajimene). Ungkapan tokoh ideal itu diberikan kepada figur Peagabega karena penampilannya di hadapan publik kala itu mempunyai pengaruh yang amat besar dalam kehidupan suku bangsa Migani. Pengaruh yang dimaksud dalam konteks ini adalah hal-hal positif yang diperlihatkan olehPeagabegamelalui seluruh perkataan maupun perbuatannya.
Dalam seluruh hidup dan karyanya, Peagabega seringkali menampilkan ciri coraknya antara manusiawi dan adi-manusiawi. Hal ini berarti bahwa Peagabega bukan manusia biasa, sama seperti orang-orang yang hidup pada zamannya. Oleh karena itu, ia kadang berubah rupa seperti burung yang bisa terbang ke mana-mana, tetapi tetap dalam bentuk manusia (Menehipi Begahipi Diginagadia); sering juga seperti malaikat (AluwiMene) yang bisa berkeliling dari kampung ke kampung sambil berbuat baik. Ia juga hadir untuk membawa keselamatan bagi semua orang Migani melalui berbagai upaya pencegahan yang dilakukannya. Ia tidak menghendaki kejahatan terus terjadi dalam kehidupan orang Migani. Maka itu, upaya-upaya pencegahan yang dilakukan olehPeagabega dilihat sebagai suatu upaya keselamatan yang hendak dikonkritkan bagi semua orang Migani.
Walaupun demikian, upaya keselamatan yang hendak dikonkritkan olehPeagabega itu tidak ditanggapi secara baik oleh sebagian orang Migani. Sebagian orang yang dimaksud berasal dari kelompok orang yang memusuhi dirinya. Mereka amat memusuhi Peagabega karena selalu mengalami kegagalan dalam mewujudkan niat jahat. Orang-orang ini tidak mampu menangkap maksud baik yang hendak dinyatakan olehPeagabega itu dalam kehidupan mereka. Hal ini menyebabkan kehadiranPeagabega dilihat sebagai sebuah ancaman bagi mereka yang hendak terus melakukan kejahatan. Oleh karena itu, didorong oleh iri hati dan dendam para musuh pun berhasil membunuhPeagabega.
Sementara masyarakat yang memihakPeagabega menyadari bahwa seluruh hidup dan karyanya membawa keselamatan. Keselamatan tersebut ia wujudkan melalui perkataan (peramal) maupun perbuatan (upaya pencegahan). Orang-orang ini amat tertarik dengan kehidupanPeagabega karena ia selalu memperjuangkan nilai-nilai hidup baik seperti kebenaran (Wugumaduau), kedamaian (Hasuguau), cinta kasih (Ngganeau), dan segala kehidupan yang baik (UsuamaToaUmaDuapa). Semua nilai hidup baik ini telahPeagabega lakukan ketika ia tampil secara mengagumkan di hadapan mereka. Untuk itu, kelompok orang yang memihak hidup dan karya tokohPeagabega ini amat sedih ketika iaditangkap dan dibunuh oleh para musuh bersama tua-tua adat orang Migani kala itu.
Setelah Peagabegahilang dari panggung sejarah,[1] ia selalu dikenang sepanjang masa, hingga saat ini. Oleh karena itu, seluruh hidup Peagabega, baik perkataan[2] (peramal) maupun perbuatan (upaya pencegahan) menjadi pedoman hidup bagi semua orang Migani. Dasar hidup yang berpijak pada teladan hidup Peagabegatersebut masih terus dihayati oleh orang Migani hingga Gereja Katolik masuk di wilayah Dugindoga-Kemandoga (Intan Jaya). Kehadiran Gereja tidak membuat penghayatan orang Migani terhadap Peagabegasebagai tokoh ideal itu memudar. Artinya, walaupun Gereja masuk di wilayah orang Migani, mereka masih berpegang teguh pada nilai-nilai hidup baik yang pernah diperlihatkan oleh Peagabega itu sendiri ketika ia masih tampil di hadapan publik kala itu.
Orang Migani juga masih mengenang seluruh hidup dan karya tokoh Peagabegakarena kisah hidup Peagabegamerupakan mitos suci yang diwariskan oleh nenek moyang mereka.[3] Dalam situasi dan kondisi penghayatan yang demikian, Gereja terus mewartakan Kristus dan Sabda-Nya di tengah-tengah kehidupan orang Migani. Seluruh upaya pewartaan yang dilakukan oleh Gereja tersebut menyadarkan orang Migani untuk menggali kembali sejarah hidupnya. Akhirnya melalui upaya pewartaan tersebut, orang Migani mulai menyadari bahwa ternyata Kristus yang diwartakan oleh Gereja itu mirip dengan kehidupan tokoh Peagabegadi masa yang lampau. Dengan adanya penghayatan yang demikian, maka Gereja mulai membuka diri untuk mewartakan Injil Kristus sesuai konteks budaya Migani.
Oleh karena itu, Gereja berinisiatif untuk melakukan upaya agar nilai-nilai positif dalam budaya Migani itu diinkulturasikan dalam Gereja Katolik. Akhirnya upaya inkulturasi yang dimaksud sudah dilakukan melalui inkulturasi tokoh Peagabega dalam Gereja Katolik. Upaya tersebut tampak dalam drama kisah sengsara Kristus pada perayaan Jumat Agung di paroki St. Misael Bilogai. Dalam drama kisah sengsara Tuhan Yesus Kristus tersebut, tokoh Yesus dari Nazaret sebagaimana yang diajarkan oleh Gereja itu diperankan oleh seorang pemuda Migani, dan pemuda tersebut diberi nama Peagabega. Dengan adanya upaya inkulturasi tokoh Peagabegadalam Gereja Katolik, maka Gereja sungguh menemukan pola pewartaan yang tepat. Karena itu, orang Migani juga mampu menghayati Kristus dan sabda-Nya sesuai dengan konteks budayanya sendiri. Inilah penghayatan iman yang kontekstual bagi suku bangsa Migani.

Dengan demikian, tokoh Peagabegamemberikan makna dan nilai tersendiri bagi kehidupan orang Migani. Hal ini mengandung arti bahwa penghayatan terhadap Allah (EMO) dapat diwujudkan melalui tokoh Peagabega yang sudah diinkulturasikan dalam Gereja Katolik. Atau dapat dikatakan juga bahwa penghayatan terhadap Kristus yang diajarkan oleh Gereja itu justru dihayati secara mendalam oleh orang Migani melalui tokoh Peagabega. Upaya penghayatan dan pengungkapan iman yang sesuai konteks budaya masih berlangsung terus di paroki Bilogai hingga saat ini. []


[1]     Setelah Peagabega hilang dari panggung sejarah, maka selanjutnya ia diterima dan diakui oleh semua orang Migani (yang pro maupun kontra) sebagai tokoh ideal (Tugumenedalo/Hajimene) yang datang untuk membawa keselamatan. Dalam konteks ini diketahui bahwa pengakuan tersebut datang juga dari para musuh namun sayang sekali bahwa pengakuannya muncul setelah Peagabega hilang dari panggung sejarah (ternyata melalui suatu refleksi yang panjang, orang-orang yang awalnya menjadi musuh Peagabega itu kini menyesal sehingga selanjutnya bertobat dan percaya kepadanya sebagai pembawa keselamatan).
[2]                      Perkataan yang dimaksud lebih pada keberadaan Peagabega sebagai seorang peramal yang baik. Namun demikian, penulis belum mengetahui secara mendalam perkataan-perkataan yang pernah diucapkan oleh Peagabega (hal ini hanya diketahui oleh tua-tua adat dari klan pemilik mitos). Oleh karena itu, perkataan yang menjadi pedoman hidup dalam konteks ini lebih pada nilai-nilai positif yang tersirat dalam berbagai ramalan yang biasa dilakukannya, seperti keadilan, kebenaran, kejujuran, kedamaian, cinta kasih dan seterusnya. Nilai-nilai ini tidak dikatakan secara langsung oleh Peagabega namun tersirat dalam ramalan-ramalan yang dilakukannya demi kebaikan banyak orang. Namun demikian, penulis yakin bahwa barangkali ada sejumlah perkataan yang pernah diucapkan oleh Peagabega secara langsung namun penulis sendiri belum mewawancarai para informan secara lebih mendalam.
[3]                      Seluruh hidup dan karya tokoh Peagabega yang masih dikenang oleh orang Migani itu bukan melalui ritus-ritus yang dilakukannya, namun dikenang sepanjang masa melalui ceritera-ceritera yang diwariskan dari generasi ke generasi hingga saat ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar