Mitos Peagabega Suku Migani (2)
Oleh Kleopas Kelly Sondegau
Makna dan Nilai Cerita Tokoh Peagabega
Seluruh orang Migani yang
mendiami wilayah Dugindoga-Kemandoga (kini
Intan Jaya) menerima dan mengakui tokohPeagabegasebagai seorang tokoh
legendaris atau tokoh ideal(Tugumenedalo/Hajimene).
Ungkapan tokoh ideal itu diberikan kepada figur Peagabega
karena penampilannya di hadapan publik kala itu mempunyai pengaruh yang amat
besar dalam kehidupan suku bangsa Migani. Pengaruh yang dimaksud dalam konteks
ini adalah hal-hal positif yang diperlihatkan olehPeagabegamelalui seluruh
perkataan maupun perbuatannya.
Dalam seluruh hidup dan
karyanya, Peagabega seringkali menampilkan ciri coraknya antara manusiawi dan
adi-manusiawi. Hal ini berarti bahwa Peagabega bukan manusia biasa, sama
seperti orang-orang yang hidup pada zamannya. Oleh karena itu, ia kadang
berubah rupa seperti burung yang bisa terbang ke mana-mana, tetapi tetap dalam
bentuk manusia (Menehipi Begahipi
Diginagadia); sering juga seperti malaikat (AluwiMene) yang bisa berkeliling dari kampung ke kampung sambil
berbuat baik. Ia juga hadir untuk membawa keselamatan bagi semua orang Migani
melalui berbagai upaya pencegahan yang dilakukannya. Ia tidak menghendaki
kejahatan terus terjadi dalam kehidupan orang Migani. Maka itu, upaya-upaya pencegahan
yang dilakukan olehPeagabega dilihat sebagai suatu upaya keselamatan yang
hendak dikonkritkan bagi semua orang Migani.
Walaupun demikian, upaya
keselamatan yang hendak dikonkritkan olehPeagabega itu tidak ditanggapi secara
baik oleh sebagian orang Migani. Sebagian orang yang dimaksud berasal dari
kelompok orang yang memusuhi dirinya. Mereka amat memusuhi Peagabega karena
selalu mengalami kegagalan dalam mewujudkan niat jahat. Orang-orang ini tidak
mampu menangkap maksud baik yang hendak dinyatakan olehPeagabega itu dalam
kehidupan mereka. Hal ini menyebabkan kehadiranPeagabega dilihat sebagai sebuah
ancaman bagi mereka yang hendak terus melakukan kejahatan. Oleh karena itu,
didorong oleh iri hati dan dendam para musuh pun berhasil membunuhPeagabega.
Sementara masyarakat yang memihakPeagabega menyadari bahwa seluruh
hidup dan karyanya membawa keselamatan. Keselamatan tersebut ia wujudkan
melalui perkataan (peramal) maupun perbuatan (upaya pencegahan). Orang-orang
ini amat tertarik dengan kehidupanPeagabega karena ia selalu memperjuangkan
nilai-nilai hidup baik seperti kebenaran (Wugumaduau),
kedamaian (Hasuguau), cinta kasih (Ngganeau), dan segala kehidupan yang
baik (UsuamaToaUmaDuapa). Semua nilai
hidup baik ini telahPeagabega lakukan ketika ia tampil secara mengagumkan di
hadapan mereka. Untuk itu, kelompok orang yang memihak hidup dan karya
tokohPeagabega ini amat sedih ketika iaditangkap dan dibunuh oleh para musuh
bersama tua-tua adat orang Migani kala itu.
Setelah Peagabegahilang
dari panggung sejarah,[1] ia
selalu dikenang sepanjang masa, hingga saat ini. Oleh karena itu, seluruh hidup
Peagabega, baik perkataan[2]
(peramal) maupun perbuatan (upaya pencegahan) menjadi pedoman hidup bagi semua
orang Migani. Dasar hidup yang berpijak pada teladan hidup Peagabegatersebut
masih terus dihayati oleh orang Migani hingga Gereja Katolik masuk di wilayah Dugindoga-Kemandoga (Intan Jaya). Kehadiran Gereja tidak membuat penghayatan
orang Migani terhadap Peagabegasebagai tokoh ideal itu memudar.
Artinya, walaupun Gereja masuk di wilayah orang Migani, mereka masih berpegang
teguh pada nilai-nilai hidup baik yang pernah diperlihatkan oleh Peagabega itu
sendiri ketika ia masih tampil di hadapan publik kala itu.
Orang Migani juga masih
mengenang seluruh hidup dan karya tokoh Peagabegakarena kisah hidup
Peagabegamerupakan mitos suci yang diwariskan oleh nenek moyang mereka.[3] Dalam situasi dan kondisi
penghayatan yang demikian, Gereja terus mewartakan Kristus dan Sabda-Nya di
tengah-tengah kehidupan orang Migani. Seluruh upaya pewartaan yang dilakukan
oleh Gereja tersebut menyadarkan orang Migani untuk menggali kembali sejarah
hidupnya. Akhirnya melalui upaya pewartaan tersebut, orang Migani mulai
menyadari bahwa ternyata Kristus yang diwartakan oleh Gereja itu mirip dengan
kehidupan tokoh Peagabegadi masa yang lampau. Dengan adanya penghayatan yang
demikian, maka Gereja mulai membuka diri untuk mewartakan Injil Kristus sesuai
konteks budaya Migani.
Oleh karena itu, Gereja
berinisiatif untuk melakukan upaya agar nilai-nilai positif dalam budaya Migani
itu diinkulturasikan dalam Gereja Katolik. Akhirnya upaya inkulturasi yang
dimaksud sudah dilakukan melalui inkulturasi tokoh Peagabega dalam Gereja
Katolik. Upaya tersebut tampak dalam drama kisah sengsara Kristus pada perayaan
Jumat Agung di paroki St. Misael Bilogai. Dalam drama kisah sengsara Tuhan
Yesus Kristus tersebut, tokoh Yesus dari Nazaret sebagaimana yang diajarkan
oleh Gereja itu diperankan oleh seorang pemuda Migani, dan pemuda tersebut
diberi nama Peagabega. Dengan adanya upaya inkulturasi tokoh Peagabegadalam
Gereja Katolik, maka Gereja sungguh menemukan pola pewartaan yang tepat. Karena
itu, orang Migani juga mampu menghayati Kristus dan sabda-Nya sesuai dengan
konteks budayanya sendiri. Inilah penghayatan iman yang kontekstual bagi suku
bangsa Migani.
Dengan demikian, tokoh
Peagabegamemberikan makna dan nilai tersendiri bagi kehidupan orang Migani. Hal
ini mengandung arti bahwa penghayatan terhadap Allah (EMO) dapat diwujudkan melalui tokoh Peagabega yang sudah diinkulturasikan
dalam Gereja Katolik. Atau dapat dikatakan juga bahwa penghayatan terhadap
Kristus yang diajarkan oleh Gereja itu justru dihayati secara mendalam oleh
orang Migani melalui tokoh Peagabega. Upaya
penghayatan dan pengungkapan iman yang sesuai konteks budaya masih
berlangsung terus di paroki Bilogai hingga saat ini. []
[1] Setelah Peagabega hilang dari panggung sejarah,
maka selanjutnya ia diterima dan diakui oleh semua orang Migani (yang pro
maupun kontra) sebagai tokoh ideal (Tugumenedalo/Hajimene) yang
datang untuk membawa keselamatan. Dalam konteks ini diketahui bahwa pengakuan
tersebut datang juga dari para musuh namun sayang sekali bahwa pengakuannya
muncul setelah Peagabega hilang dari
panggung sejarah (ternyata melalui suatu refleksi yang panjang, orang-orang
yang awalnya menjadi musuh Peagabega
itu kini menyesal sehingga selanjutnya bertobat dan percaya kepadanya sebagai
pembawa keselamatan).
[2] Perkataan yang dimaksud
lebih pada keberadaan Peagabega
sebagai seorang peramal yang baik. Namun demikian, penulis belum mengetahui
secara mendalam perkataan-perkataan yang pernah diucapkan oleh Peagabega (hal ini hanya diketahui oleh
tua-tua adat dari klan pemilik mitos). Oleh karena itu, perkataan yang menjadi
pedoman hidup dalam konteks ini lebih pada nilai-nilai positif yang tersirat
dalam berbagai ramalan yang biasa dilakukannya, seperti keadilan, kebenaran,
kejujuran, kedamaian, cinta kasih dan seterusnya. Nilai-nilai ini tidak
dikatakan secara langsung oleh Peagabega
namun tersirat dalam ramalan-ramalan yang dilakukannya demi kebaikan banyak
orang. Namun demikian, penulis yakin bahwa barangkali ada sejumlah perkataan
yang pernah diucapkan oleh Peagabega
secara langsung namun penulis sendiri belum mewawancarai para informan secara
lebih mendalam.
[3] Seluruh
hidup dan karya tokoh Peagabega yang masih dikenang oleh
orang Migani itu bukan melalui ritus-ritus yang dilakukannya, namun dikenang
sepanjang masa melalui ceritera-ceritera yang diwariskan dari generasi ke
generasi hingga saat ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar